Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Ardiansyah Parman, mengatakan kasus bayi Deborah menjadi peringatan penting bagi peningkatan pelayanan rumah sakit di Indonesia. Dia menegaskan, kejadian buruknya pelayanan rumah sakit pada kondisi kritis pasien masih kerap terjadi di Indonesia.
"Kasus bayi Deborah perlu kita seksamai sebagai fenomena puncak gunung es pelayanan rumah sakit di Indonesia. Insiden sejenis terkait pelayanan rumah sakit atas pasien darurat kritis masih banyak terjadi di Indonesia," ujar Ardiansyah di Gedung Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin.
Ardiansyah mengatakan untuk menekan terjadinya kejadian yang sama, diperlukan perbaikan berspektrum luas, bukan hanya tambal sulam. Artinya, banyak hal yang perlu diperbaiki, seperti akses terhadap unit-unit pelayanan kesehatan di wilayah, ketersediaan dokter dan tenaga medis.
"Semuanya harus diperbaiki, akses terhadap unit-unit pelayanan kesehatan di wilayah, ketersediaan dokter dan tenaga medis, akses obat dan ketersediaannya, operasional dan logistik tenaga medis di wilayah geografis sulit," ujar Ardiansyah.
Ardiansyah menegaskan, tantangan-tantangan tersebut tidak boleh menghalangi unit-unit kesehatan yang sudah ada di Tanah Air untuk memberi pelayanan maksimal kepada masyarakat, baik yang dikelola pemerintah maupun swasta.
"Tantangan itu tidak boleh jadi alasan, untuk memberikan yang terbaik bagi keselamatan dan kesehatan pasien, terutama bagi pasien kondisi gawat darurat kritis," tegasnya.
Ardiansyah juga menyoroti kesenjangan pelayanan kesehatan di Indonesia. Di mana, selama ini banyak daerah tidak mendapat pelayanan yang optimal seperti yang diperoleh oleh masyarakat di pulau Jawa.
"Kita harus mencermati keterjaminan layanan darurat kritis medis di luar Jawa. Ketersediaan tenaga medis dan sarana di luar Jawa masih sangat senjang dibanding di Jawa. Di kawasan Timur Indonesia, tenaga medis dan sediaan fasilitas kesehatan masih senjang sekali," tuturnya.
Secara khusus BPKN mendorong agar dimaksimalkan pemanfaatan Information and Communication Technologi yang sudah meluas akses dan penetrasinya, untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang mumpuni dan tepat waktu bagi masyarakat, khususnya bagi pasien darurat kritis.
"Penerapan lCT yang maksimal akan membantu mempersingkat waktu, mengakses unit pelayanan dengan peralatan medis dibutuhkan, atau pun mencari tempat pada unit rujukan. ICT juga menyederhanakan prosedur penyelesaian pembiayaan dari mulai pasien masuk rumah sakit, sampai dengan reimbursement biaya oleh pihak rumah sakit kepada BPJS," tandasnya.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan telah menetapkan Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres bersalah atas kematian bayi berusia empat bulan, Tiara Debora. Sehingga Dinas Kesehatan DKI Jakarta diminta memberikan sanksi teguran tertulis.
Menteri Kesehatan Nila Farid Moelek mengatakan, berdasarkan hasil penelusuran diketahui bahwa pasien Debora ingin membayar biaya pelayanan rumah sakit. Selain itu, Rumah Sakit Mitra Keluarga telah mengetahui jika Debora merupakan pengguna BPJS.
Bahkan, RS Mitra Keluarga telah mengetahui kondisi Debora tidak transferable, namun tidak memberikan penanganan. Padahal RS Mitra Keluarga mempunyai fasilitas untuk memenuhi kebutuhan pasien.
"Terdapat kesalahan pada layanan administrasi dan keuangan yang diberikan oleh RS terhadap status pasien. Pasien tetap membayar biaya perawatan dan pihak RS tetap menerima," kata Nila dalam surat Hasil Penulusuran Investigasi Pasien Bayi TD yang diterima merdeka.com, Rabu.
[bim]
merdeka.com
0 Response to "BPKN: Kasus sejenis bayi Deborah masih banyak terjadi di rumah sakit di Indonesia"
Posting Komentar