Cerita Kakek Ketut Dikejar Awan Panas Saat Erupsi Gunung Agung 1963

Karangasem - I Ketut Polos tampak sedang mengamati 11 anggota keluarganya yang tinggal di dalam satu tenda pengungsian di Klungkung. Ia berdiri di luar tenda di bawah matahari sambil sesekali melirik orang-orang yang melintas.

Kakek dari 4 cucu itu sudah mengungsi di Pos Pengungsian GOR Swacepura, Klungkung, Bali, sejak 5 hari lalu. Tanpa diduga, ia menyapa detikcom yang tengah mengambil gambarnya dan mulai bercerita soal kenangannya 54 tahun lalu.

Baca juga: 19.000 Ekor Sapi Belum Dievakuasi dari Bahaya Gunung Agung

Baca juga: Mensos: Butuh 23,5 Ton Beras untuk Pengungsi Gunung Agung Per Hari

"Saya masih berusia 11 tahun waktu Agung meletus tahun 1963. Waktu itu siang hari dan saya lagi bermain di sawah menemani Bapak yang bertani," kata Ketut kepada detikcom, Rabu.

Suara menggelegar dari Gunung Agung membuat ayah dari Ketut berlari dan menarik lengannya. Ketut diajak berlari ke arah rumah lebih dahulu untuk mengajak anggota keluarga yang lain.

"Lari! Lari! Nggak lama belum sampai rumah itu abu pekat sangat tebal turun. Saya kesulitan bernafas dan mata saya pedih sekali sampai hampir tak bisa melihat. Waktu itu rumah orangtua 3 Km dari kawah, rumah yang sama dengan yang saya tempati sekarang. Tapi saya tinggal karena harus mengungsi," ujar kakek berusia 65 tahun itu.

Tak butuh waktu lama untuk hujan abu vulkanik menumpuk di tanah hingga setinggi kurang lebih 30 Cm. Tumpukan abu itu menyulitkan Ketut dan orang tuanya berlari karena tumpukan itu menutup jalan dan lubang.

"Pas lari ke arah Bangli itu, saya lihat awan hitam besar sekali. Begitu cepat sampai saya lihat orang-orang ada yang tertelan awan hitam itu. Saya masih ingat teriakan mereka yang tertelan awan itu, sangat mengerikan," ucap Ketut.

Foto: Kakek Ketut cerita soal Gunung Agung

Horor yang dirasakan Ketut tidak berhenti dari situ, ketika mereka berhasil selamat dari awan vulkanik, mereka dihadapkan dengan aliran lahar panas. Ketut dan keluarganya menemui aliran lahar panas yang sangat tebal ketika melewati lembah sebelum mendaki perbukitan ke arah Bangli.

"Lari ke arah Bangli itu lewat bukit dan hutan sama sungai. Waktu mau menyeberang sungai, itu sudah penuh sama lahar, dalam sekali. Akhirnya sama Bapak dibuatkan alas kaki dari kayu, kita langsung menyeberang, sangat panas, saya pikir saya akan mati di situ tapi saya selamat," ungkap Ketut.

"Banyak yang nggak selamat pas menyeberang, kaki mereka terbakar terus jatuh hilang. Saya bisa selamat karena Bapak buat pakai kayu basah tebal. Saya tidak mengerti kenapa bisa selamat," tambahnya.

Menurut Ketut, siang hari berubah menjadi malam dalam waktu hanya beberapa menit ketika Gunung Agung meletus pada tahun 1963. Matahari tidak terlihat selama 6 bulan lamanya dan Ketut mengungsi di sebuah desa kecil di Bangli selama satu tahun.

"Satu tahun itu tidak berhenti-berhenti. Abu, nggak ada matahari, gagal panen, kelaparan, tidak ada air bersih. Sangat mengkhawatirkan dan menakutkan," pungkas Ketut.

Ketut menyatakan banyak korban berjatuhan karena tidak ada warga yang mengungsi seperti sekarang. Pemerintahan saat itu juga tidak sereaktif seperti sekarang.

"Karena waktu itu tidak ada yang datang bilang gunung mau meletus. Yang ada tokoh-tokoh adat menjelaskan kenapa banyak sekali gempa di gunung, lalu warga hanya sembahyang saja minta keselamatan tapi tidak mengungsi," papar Ketut.

"Kalau sekarang saya merasa lebih aman. Pemerintah sama Desa Adat sudah jauh-jauh hari kasih tahu. Keluarga saya pasti selamat dan nggak harus alami yang sama dengan saya waktu 1963," pungkasnya.

gempa gunung agung gunung agung awas

detik.com

loading...

Related Posts :

0 Response to "Cerita Kakek Ketut Dikejar Awan Panas Saat Erupsi Gunung Agung 1963"

Posting Komentar

loading...