Haedar Nashir mengatakan perbedaan data yang dilontarkan ke publik tersebut telah menimbulkan tanda tanya. Sesama institusi di tubuh pemerintah seharusnya ada koordinasi. Perang data tersebut seolah-olah ada ketidakharmonisan di dalam Pemerintahan.
"Di tubuh pemerintah sendiri harus seirama dong. Seirama antara data yang ada di TNI dengan data yang ada di Polhukam. Perbedaan itu kan menimbulkan tanda tanya, apa memang seperti itu," kata Haedar Nashir kepada wartawan di Sleman, DIY, Senin.
Menyikapi hal itu, Muhammadiyah meminta agar ada manajemen isu di tubuh pemerintahan. Hal ini diperlukan agar isu tidak datang silih berganti yang membuat masyarakat menjadi resah.
Bagi Muhammadiyah, lanjutnya, yang dipentingkan oleh masyarakat adalah pemerintah mempunyai agenda-agenda strategis untuk membawa bangsa menjadi lebih baik. Masalah yang timbul harus dihadapi bersama.
"Tetapi manajemen problem menjadi lebih penting," pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, isu penyelundupan 5.000 senjata pertama kali mencuat saat Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, mengadakan pertemuan internal dan bukan untuk dipublikasikan. Namun isu ini akhirnya menggelinding bebas ke ranah publik.
Menkopolhukam, Wiranto, kemudian membantahnya dengan mengatakan pernyataan Gatot itu hanya miskomunikasi antarlembaga. Menurutnya, isu tersebut sebenarnya hanya pembelian 500 pucuk senjata buatan Pindad untuk sekolah intelijen BIN.
Kapolri, Jenderal Tito Karnavian, sebelumnya juga mengaku akan membeli 5 ribu unit senjata api jenis pistol bikinan PT Pindad. Pistol itu nantinya untuk kelengkapan polisi lalu lintas dan anggota Sabhara yang kerap menjadi sasaran serangan teroris.
detik.com
0 Response to "'Perang Data' Senjata, Muhammadiyah: Mengesankan Ketidakharmosian"
Posting Komentar