Duel "Epik" KPK-Setnov

Jakarta - Gregetan! Menyaksikan Setya Novanto alias Setnov memenangkan praperadilan, yang artinya status tersangkanya tidak sah. Hakim Cepi Iskandar sudah ketok palu. KPK telah kalah dan terpukul mundur. Publik pun bertanya-tanya, episode apa lagi ini? KPK kok sampai tersungkur menghadapi Setnov! Bagi masyarakat pecinta KPK dan pembenci korupsi, tentu ini bikin baper. Sama bapernya dengan kisah cinta yang ditikung orang lain. Kesal, marah, meluap-luap, tapi di satu sisi dihinggapi ketidakberdayaan.

Tapi, apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur. Setnov sudah menjadi aktor bebas. Kegeraman kita hanya bisa ditumpahkan dalam onak riuh pembicaraan, atau melalui tulisan seperti ini. Paling banter kita bergumam dalam hati sambil memendam perasaan kecut, atau bergumul dengan mereka yang satu frekuensi, lalu saling curhat melempar sembilu.

Aura kekecewaan kita atas kekalahan KPK menghadapi Setnov, saya kira tidak jauh beda dengan kemurungan para pendukung Manny Pacquiao atas kekalahan dari musuhnya Floyd Mayweather Jr dalam pertandingan yang berlangsung di MGM Grand Garden Arena, Las Vegas, Nevada, 2 Mei 2015 lalu. Para pendukung sedari awal optimis bahwa Manny akan menang mengingat penampilannya begitu impresif. Tapi harapan hanya tinggal kenangan, sebab yang keluar sebagai pemenang adalah Mayweather.

Epik duel yang terjadi antara Manny Pacquiao vs Floyd Mayweather Jr senada dengan yang terjadi antara KPK vs Setnov. Saat itu, pertandingan tinju tersebut dipandang sebagai The Fight of the Century, pertandingan terbesar abad ini. Sontak, berita ini membuat masyarakat terhipnotis. Pembicaraan riuh di mana-mana. Penjualan tiket online ludes habis dalam waktu kurang dari dua menit. Padahal tempat duduk paling belakang saja harganya jutaan rupiah.

Romantika ini terjadi juga dalam duel KPK-Setnov. Sejak KPK mulai mengendus gerak-gerik Setnov, dan akhirnya menetapkannya sebagai tersangka korupsi e-KTP, sontak lini media massa begitu heboh. Tak ketinggalan pula medsos ikut riuh. Di mana-mana bicara soal Setnov. Kebetulan juga posisi Setnov sebagai Ketua DPR. Jelas, semakin menggelinding infonya.

Dari sini kemudian memasuki babak berikutnya, yakni babak pertandingan. Dalam duel Manny Pacquiao vs Floyd Mayweather Jr tersaji dua strategi. Manny cenderung bermain ofensif, tampil atraktif dan menyerang. Sementara lawannya, Mayweather memperagakan permainan defensif, lebih banyak bertahan dan mencari kesempatan untuk melakukan counter attack atau serangan balik. Hampir tidak ada upaya menggebu dari Mayweather.

Melihat jalannya pertandingan, arah pandang penonton bisa ditebak. Mereka menilai Manny akan menang. Eits, tapi tunggu dulu! Keputusan juri di akhir pertandingan rupanya berpihak pada Mayweather. Juri beralasan bahwa meskipun Manny banyak menyerang tapi pukulannya banyak yang kosong, tidak mengenai sasaran. Sementara Mayweather meski cenderung bertahan tapi pukulannya telak.

Drama ini terjadi juga pada KPK-Setnov. Sejak awal KPK melancarkan upaya ofensif. KPK melakukan kajian dan pengamatan mendalam sebelum menjerat Setnov dalam kasus e-KTP. Bukti-bukti juga dikumpulkan. Maka dilancarkanlah "pukulan" demi "pukulan" pada Setnov. Namanya pun masuk daftar tersangka. Si Setnov sendiri melihat posisinya yang selalu diserang, ia lebih memilih taktik defensif. Ia mempersiapkan strategi jitu, mulai dari pengakuan sakit sampai menyiapkan praperadilan. Ketika dipanggil ia mangkir. Sakit kok, kan tidak bisa datang! Begitu alasannya.

Nah, begitu KPK terus melancarkan serangan dan mulai kehabisan energi, barulah Setnov melakukan serangan balik. Skak Mat! KPK pun kalah. Juri pertandingan, si Hakim Cepi Iskandar memenangkan Setnov. Penonton kecewa karena sejak awal optimis KPK yang menang. KPK yang terus melancarkan serangan, sementara Setnov yang menghindar, justru harus jatuh dalam kekalahan.

Hebat bukan si Setnov ini? Iyalah, kalau tidak hebat tentu ia sudah masuk jeratan hukum sejak lama. Setnov ini bukan jawara politik kelas teri. Ia adalah pendekar yang kebal bacokan hukum. Jangan lupa, Setnov sudah berkali-kali tercabik pisau aparat penegak hukum. Tapi tidak mempan! Pada 2015 lalu Setnov tersandung kasus "Papa Minta Saham". Masih ingat kan? Sudirman Said yang kala itu menjawab Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, melaporkan Setnov ke Majelis Kehormatan Dewan DPR. Setnov disebut telah mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk meminta imbalan saham guna memuluskan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. Apa lantas? Kasusnya kandas bak ditelan bumi.

Masih pada tahun itu juga, ia bersama Fadli Zon bikin geger publik Tanah Air. Kehadirannya dalam kampanye Donald Trump pada pemilihan Presiden AS disebut merupakan pelanggaran etik karena dipandang memberikan dukungan politik kepada Trump. Wajar saja penilaian itu muncul karena posisinya sebagai Ketua DPR. Terus, apakah Setnov kolaps? Tidak, saudara. Ia hanya mendapat teguran agar lebih hati-hati dalam bertugas.

Itu baru dua kasus, masih banyak kasus lainnya di mana Setnov selalu lolos. Skandal Cessie Bank Bali, penyelundupan beras Vietnam, kasus limbah beracun di Pulau Galang, Kepulauan Riau, dan kasus PON Riau adalah sederet jeratan yang datang sambil lalu saja. Tidak ada yang mempan menjeratnya. Maka wajar bukan kalau sekarang KPK kalah melawan Setnov?

KPK telah jatuh terkena pukulan telak. Lalu, mau ngapain? Bubarkan KPK? Enak saja! Para maling negara nanti bisa seenaknya sendiri. Yang jelas KPK dan kita semua perlu mengingat nasihat Thomas Wayne kepada putranya Bruce Wayne dalam serial Batman Begins, "Mengapa kita jatuh, Bruce? Agar kita belajar untuk bangkit." Ya, KPK hari ini boleh jatuh oleh Setnov. Tapi dari situlah ada momen belajar untuk bangkit lagi. Dan, kita harus optimis, KPK akan bangkit!

Fatkhul Anas analis media sosial, tinggal di Yogyakarta

kpk setnov the power of setnov

detik.com

loading...

0 Response to "Duel "Epik" KPK-Setnov"

Posting Komentar

loading...