Komisi Pemberantasan Korupsi memastikan rangkaian cerita skandal Hambalang masih terus berlanjut. Komisi antirasywah itu pantang kibarkan bendera putih. Pantang menyerah ditunjukkan KPK lewat penahanan Andi Zulkarnain Mallarangeng alias Choel Mallarangeng pada Senin. Ia ditahan setelah menyandang status tersangka lebih dari setahun.
Pengusutan kasus Hambang yang lebih dari lima tahun itu ibarat menapak anak tangga. KPK mengusut satu per satu nama-nama yang disebutkan dalam persidangan guna menuntaskan perkara yang merugikan negara Rp706 miliar tersebut. Kasus Hambalang bukanlah sembarang perkara karena membelit sejumlah nama besar. Dalam kasus Hambalang, untuk pertama kalinya di negeri ini seorang menteri aktif menjadi terpidana. Dia ialah Andi Mallarangeng yang ketika itu menjabat menteri pemuda dan olahraga.
Dalam kasus Hambalang pula, untuk kali pertama KPK menjadikan seorang ketua umum partai politik sebagai tersangka. Dia ialah Anas Urbaningrum yang kala itu menjadi orang nomor satu di partai berkuasa, Partai Demokrat.
Publik berharap, sangat berharap, KPK juga mengusut nama-nama lain yang disebutkan di persidangan. Harapan itu seperti gayung bersambut karena KPK berjanji bahwa Choel bukanlah tersangka terakhir. Itu artinya KPK masih terus bekerja meski kesannya seperti gerak siput, amat lamban.
Pengusutan nama-nama yang disebut di pengadilan itu bukan semata karena fakta persidangan. Lebih dari itu, pengusutan tersebut memperlihatkan hukum menempatkan sama posisi semua orang. Jauh lebih penting lagi, pengusutan itu sekaligus berfungsi sebagai pemulihan nama baik jika nama yang disebut benar-benar tidak terlibat.
Satu di antara mereka yang disebut ialah Olly Dondokambey. Bendahara Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu disebut menerima Rp2,5 miliar. Ada juga mantan Ketua Komisi Olahraga DPR Mahyudin, statusnya masih sebagai saksi, ditengarai dapat kucuran dana Rp500 juta. Kedua nama itu jelas tercantum dalam dakwaan jaksa KPK kepada mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar.
Nama lain yang sering disebut di pengadilan ialah Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas. Namun, hingga kini, KPK tak kunjung menindaklanjuti kasusnya. Mereka yang menyebut nama putra bungsu Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono itu ialah Angelina Sondakh yang kini menjadi terpidana.
Mantan Wakil Direktur Keuangan Grup Permai Yulianis juga mengungkapkan, ada catatan keuangan Grup Permai yang menyebutkan aliran dana US$200 ribu ke Ibas. Begitu juga Nazaruddin dan Anas Urbaningrum, keduanya terpidana, menjadikan Ibas sebagai kosakata wajib di tiap kesaksian dan persidangan mereka.
Olly Dondokambey, Mahyudin, dan Ibas dalam berbagai kesempatan telah membantah keterlibatan mereka. Bantahan itu mestinya tidak mengendurkan semangat KPK untuk menuntaskan kasus Hambalang. Apalagi keterangan para saksi muncul di bawah sumpah di forum yang terhormat, pengadilan. Jika mereka memberi kesaksian palsu di persidangan, otomatis sanksi pidana menanti.
Semua warga punya kedudukan sama di mata hukum. Wajib hukumnya bagi KPK untuk memastikan tidak ada pihak yang bebas melenggang padahal turut menikmati korupsi. KPK mesti membuktikan komitmennya untuk memeriksa semua nama yang disebut di pengadilan, termasuk Ibas tentunya.
Megaskandal Hambalang telah membuat proyek wisma atlet itu terbengkalai. Kompleks seluas 32 hektare tersebut lebih tampak sebagai bangkai bangunan, padahal Rp2,7 triliun uang negara telah dihabiskan. Karena itu, KPK mesti selekasnya memainkan episode-episode berikutnya, jangan seperti gerak siput, agar tuntas drama Hambalang.
metrotvnews.com
0 Response to "Editorial Media Indonesia | Gerak Siput Usut Hambalang"
Posting Komentar