Sebanyak 17 warga negara Indonesia meminta dievakuasi pemerintah Indonesia yang ada di Filipina. Para WNI ini terjebak di kota yang tengah konflik antara militer dengan kelompok radikal Maute, Marawi.
Di tengah proses evakuasi para WNI tersebut, ada kabar jika beberapa warga Indonesia diduga sebagai teroris di sana. Namun, orang-orang yang diduga teroris ini tidak termasuk daftar WNI yang akan dievakuasi.
Menanggapi pertanyaan awak media, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi enggan menjawabnya.
"Tanya pak polisi saja ya," ujar mantan Duta Besar RI untuk Belanda tersebut, saat ditemui di Gedung Pancasila Kementerian Luar Negeri, usai mengikuti upacara Hari Kelahiran Pancasila, Jakarta, Kamis.
Sementara itu, kepolisian Filipina menetapkan empat WNI masuk dalam daftar pencarian orang. Keempat orang yang menjadi buron itu antara lain Anggara Suprayogi, Yayat Hidayat Tarli, Yoki Pratama Windyarto dan Al Ikhwan Yushel.
Kabagpenum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul mengatakan, keempatnya ditetapkan sebagai buron karena bergabung dengan kelompok teroris ISIS di Filipina. "WNI yang diduga sudah berada di Filipina Selatan bergabung dengan jaringan teroris," kata Martinus.
Menurut Martinus, keempat WNI itu berangkat ke Filipina secara terpisah. Pertama, Yoki Pratama Windyarto berangkat ke Filipina pada tanggal 4 Maret 2017 dan disusul Al Ikhwan Yushel pada tanggal 28 Maret 2017.
Sedangkan Yayat Hidayat Tarli bersama dengan Anggara Suparyogi bertolak ke Filipina pada tanggal 15 April 2017. Selain keempat orang itu, pihak kepolisian juga telah mengidentifikasi adanya keterlibatan tiga WNI lain dengan kelompok ISIS di Filipina. Mereka di antaranya, Moch Jaelani Firdaus, Muhamad Gufron, dan Muhammad Ilham.
Ketiga orang ini pun diketahui berangkat ke Filipina secara terpisah. Muhammad Ilham berangkat pada 29 November 2016, sementara Moch Jaelani Firdaus dan Muhamad Gufron pada 7 Maret 2017. [bal]
merdeka.com
0 Response to "Menlu Retno enggan komentar soal WNI diduga teroris di Marawi"
Posting Komentar