Jakarta - Mahkamah Agung berencana merekrut 1.600 hakim baru lewat jalur CPNS di bulan ini. Mereka akan dididik menjadi hakim dan ditempatkan di seluruh Indonesia.
Berdasarkan PP No 94/2012 yang dikutip detikcom, Kamis, gaji pertama hakim adalah gaji pokok sesuai golongan PNS, yaitu IIIA. Selain gaji pokok, juga mendapatkan tunjangan Rp 8,5 juta, sehingga untuk bulan pertama, seorang hakim pemula bisa mengantongi Rp 12 jutaan.
Selain itu, hakim yang baru dilantik mendapat tunjangan uang kemahalan yang disesuaikan sesuai penempatan. Berikut daftarnya:
Zone I: Jawa sebesar Rp 0
Zone II: Sumatera, kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara sebesar Rp 1,35 juta.
Zona III: Papua, Irian Barat, Maluku, Toli-toli, Poso, Tarakan, Nunukan sebesar Rp 2,4 juta.
Zona IV: Bumi Halmahera, Wamena, Tahuna sebesar Rp 10 juta.
Secara periodik, gaji hakim akan naik sesuai jenjang kepangkatannya.
Polemik Model Seleksi Hakim
Rekrutmen hakim yang dilakukan internal oleh MA dinilai tidak tepat. Pakar hukum Feri Amasari menilai MA tidak memiliki kewenangan seleksi hakim. Dalam proses rekruitment hakim seharusnya melibatkan banyak pihak.
"Dalam konsep rancangan UUD 1945 itu kekekuasan kehakiman bukan digagas kewenangan seleksi, tetapi dia adalah kekuasaan lembaga peradilan yang tugas melakukan proses peradilan. Jadi tidak ada tugas seleksi," ujar Feri dihubungi detikcom, Kamis.
Kalaupun di pasal 24A UUD 1945 lanjut Feri ada frasa mempunyai wewenang lain yang diberikan UU, frasa itu tidak bisa dimaknai menyeleksi hakim sendiri.
"Tapi bagian dari proses penyelenggaraan, karena MA tidak dirancang untuk menyeleksi sendiri, jeruk makan jeruk," paparnya.
Feri mengatakan publik melihat MA sebagai birokrat yang koruptif, hal itu dapat dimaklumi kalangan akademisi dan pakar hukum. Terlebih dengan maraknya korupsi hingga pengaturan perkara.
"Dugaan bahwa ini proses seleksi dimanfaatkan hakim agung untuk bangun jaring keluarga, karena yang banyak terpilih juga keluarga dan kerabat hakim. Ada baiknya, supaya tingkat kepercayaan publik ini lebih baik, dengan mengandeng lembaga lain," ucap Feri.
Adapun menurut Jimly Asshiddiqie, negara harusnya merekrut hakim dari kelompok profesional, bukan jalur CPNS.
Baca juga: Jimly Minta Seleksi 1.600 Hakim Bukan Lewat Jalur CPNS |
"Hakim itu jabatan khususnya pejabat negara dan sifatnya itu kehormatan, bukan jabatan kepegawaian. Tapi jabatan dari orang-orang yang mempunyai integritas dan kehormatan tertentu untuk direkrut menjadi hakim," ujar Jimly.
Oleh karena itu menurut Jimly, definisi perekrutan hakim harus dikeluarkan dari pengertian calon pegawai negeri sipil.
![]() |
"Itu definisi lama, karena itu dia harus dikeluarkan dari pengertian itu. Karena penting sekali seorang hakim harus direkrut dari para sarjana hukum yang sudah matang, sudah berpraktik jadi advokat, praktik dosen, aktivis, public defender dan tugas pelayanan hukum lainnya yang sudah matang baru direkrut jadi hakim," jelas Jimly.
Sedangkan menurut hakim agung Gayus Lumbuun, rekrutmen harusnya menyertakan Komisi Yudisial. Gayus juga sependapat dengan Jimly yaitu hakim bukan dari fresh graduate tetapi dari kelompok profesional.
![]() |
"Saya usul agar melibatkan KY dalam perekrutan sekarang karena hakim agung saja direkrut KY. Jadi ada baiknya bila hakim-hakim tingkat pertama pun menggunakan KY juga," ujar Gayus.
detik.com
0 Response to "Selain Gaji Rp 12 Juta, Hakim Juga Dapat Uang Kemahalan Rp 10 Juta"
Posting Komentar