Pemerintah Filipina kemarin, Minggu secara resmi membatalkan perundingan damai dengan gerilyawan komunis. Pemerintah merasa negosiasi gagal lantaran pemberontak meminta pejuang mereka untuk meningkatkan serangan di tengah kekerasan dan darurat militer di wilayah selatan.
"Keputusan kami buat untuk tidak melakukan perundingan putaran kelima dengan mereka," tutur Kepala Negosiator Pemerintah Jesus Dureza usai melakukan konsultasi tertutup selama hampir 10 jam, seperti dilaporkan stasiun televisi Aljazeera, Senin.
"Tidak ada alasan kuat bagi kami mengubah keputusan itu," imbuhnya.
Dureza menyebutkan Manila secara formal menarik diri dari perundingan damai dengan para pemberontak. Menurut dia, ini sudah lima kali perundingan damai digelar usai kembali dibuka pada Agustus lalu. Perundingan ini antara pemerintah dengan komunis.
Menurut dia, pembicaraan ini dilakukan dengan maksud menangani isu-isu pemberontakan, sebagai dasar dari gencatan senjata gabungan, reformasi sosial dan ekonomi, serta isu-isu hak asasi manusia.
Rencananya perundingan dilakukan di sebuah resor di Belanda, tepat saat pertempuran meletus pada Minggu antara pasukan pemerintah Filipina dnegan pejuang berbaiat Negara Islam Irak dan Syam di selatan. Akibat pertempuran itu, korban tewas mendekati 100 jiwa setelah hampir sepekan serangan terjadi.
Namun, sehari sebelumnya, Dureza sudah menghentikan perundingan tersebut. Dia mengatakan keberatan dengan komunis karena memberitahukan pejuang mereka untuk mengintensifkan serangan. Perintah itu merupakan tanggapan atas pernyataan darurat militer Presiden Rodrigo Duterte di beberapa bagian negara tersebut.
Dan pada Ahad, Dureza memutuskan perundingan tidak akan dilanjutkan hingga ada indikasi lingkungan kondusif untuk tercapainya perdamaian adil dan berkelanjutan.
"Saya memutuskan tidak melanjutkan perundingan damai sampai ada indikasi ingin menciptakan lingkungan kondusif demi tercapainya perdamaian berkelanjutan," ucapnya.
Meski demikian, ini bukan penarikan resmi proses perdamaian di Filipina, katanya.
Presiden Rodrigo Duterte mengumumkan darurat militer pada Selasa pekan lalu di sepertiga wilayah bagian selatan Filipina. Keputusannya itu untuk 'memadamkan' apa yang dia sebut ancaman dari para militan Maute, kelompok ekstremis berbaiat ke ISIS.
Menurut para pemberontak komunis, deklarasi mantan Wali Kota Davao itu sebagai perintah bagi mereka untuk melakukan serangan lebih giat kepada para teroris, termasuk di wilayah selatan.
"Kami telah merekomendasikan kepada pimpinan kita untuk mempertimbangkan kembali perintah tersebut, namun kita memerlukan waktu," jelas negosiator pemberontak, Fidel Agcaoili.
Pemberontakan komunis di Filipina dimulai pada 1968. Hal ini merupakan salah satu pemberontakan terlama di dunia yang telah menewaskan sekitar 30 ribu jiwa. [ary]
merdeka.com
0 Response to "Gerilyawan Maois tolak gencatan, konflik di Filipina bertambah"
Posting Komentar